Rabu, 24 April 2019

KONSERVASI ARSITEKTUR STUDI KASUS INDONESIA



KONSERVASI BANGUNAN GEREJA BLENDUK, SEMARANG

LATAR BELAKANG DAN SEJARAH

Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap. Gereja Blenduk yang dibangun pada tahun 1753. Usia bangunan yang lebih dari 250 tahun menjadikan gereja Blenduk sangat layak dan pantas untuk dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya. Maka dari itu harus dilakukan konservasi maupun pelestarian agar tetap terjaga secara utuh keaslian bangunan tersebut.

Bangunan Gereja Blenduk merupakan bangunan peninggalan pada era Kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1753 oleh bangsa Portugis dan telah mengalami tiga kali renovasi. Renovasi yang pertama dilakukan pada tahun 1787 dengan bentuk seperti sekarang namun belum memiliki menara dan hiasan atap, yang kedua pada tahun 1894 dilakukan penambahan menara dan hiasan atap dan yang ketiga tahun 2002. Bangunan gereja memiliki langgam arsitektur Abad Pertengahan (Middle Ages) dan Indische empire Style yang masih dipertahankan hingga sekarang. Keadaan alam seperti banjir dan limpasan air rob, dapat menurunkan kualitas visual Beberapa bangunan mengalami pengeroposan dinding dan ditumbuhi lumut karena kurangnya perawatan. Usia bangunan yang lebih dari 250 tahun menjadikan gereja Blenduk sangat layak dan pantas untuk dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya. Maka dari itu harus dilakukan konservasi maupun pelestarian agar tetap terjaga secara utuh keaslian bangunan tersebut.

Sebuah Prasasti yang tertulis di tiang gerejamenyebutkan Gereja Blenduk sebagai Hervorm De Kerk (gereja bentuk ulang).Ada juga yang menyebutnya Protestanche Kerk (Gereja Protestan) Khairunnisa (2016).Gereja Blenduk dibangun pada masa arsitektur neoklasik yang memiliki persamaan dengan bangunan Eropa pada abad ke 17-18 M. Menurut Wardani(2011) dalam Antariksa (2016) pada interior gereja ditemukan beberapa pengaruh budaya Indis yang juga berkembang pada abad yang sama. Budaya Indismerupakan adaptasi gaya Kolonial dengan budaya dan iklim yang ada di Jawa.Gaya Arsitektur yang ada pada bangunan gereja pada umumnya merupakangaya bangunan yang berkembang pada Arsitektur Abad Pertengahan (MedievalArchitecture). Pengaplikasian yang terdapat pada bangunan Gereja Blendukterdapat pada atap dengan bentuk kubah dan menggunakan pelapis timah, dua buah menara bagian depan bangunan, jendela, dan gang-gang arcade berbentuksetengah busur lingkaran, denah bangunan berbentuk salib dan ruang utama berbentuk persegi delapan, dan penerapan motif pada jendela. Ciri bangunanmemiliki kesamaan pada era arsitektur Byzantium, arsitektur Romasque, danarsitektur Gothik yang terdapat pada abad kebangkitan religi (Middle Age)Antariksa (2016).Gereja Blenduk dari awal sampai sekarang ini masih tetap difungsikansebagai gereja bagi umat kristen protestan. Daftar Pendeta yang mengabdi padagereja ini dari tahun 1753 sampai sekarang ini bisa dilihat di inskripsi yangterdapat pada dinding gereja. Selain itu, Gereja Blenduk juga terbuka untuk umumuntuk dikunjungi


A. KONSEP PELESTARIAN BANGUNANAN

Pada dasarnya, Gereja Blenduk sudah ada sebelum Belanda menguasaiPulau Jawa atau tepatnya Semarang. Gereja ini awalnya adalah sebuah gereja peninggalan Portugis. Pada awal pembangunannya pada tahun 1753 GerejaBlenduk hanya berbentuk rumah panggung Jawa dengan atap yang sesuai denganarsitektur Jawa, Khairunnisa (2016). Gereja Blenduk mengalami perubahan denahsebanyak tiga kali, yang pertama pada tahun 1787, di rencanakan oleh W.Westmaas dan H.P.A. de Wilde perombakan besar dilakukan terhadap rumah panggung Jawa, sehingga bangunan memiliki bentuk dasar bangunan sepertisekarang ini. Perombakan berikutnya dilakukan pada tahun 1894 dengan penambahan fungsi menara dan teras luar. Penambahan dilakukan kembali padatahun 2002 dengan menambahkan fungsi toilet pada transep Timur. Sedangkanuntuk lantai dua tidak mengalami perubahan bentuk hanya alih fungsi darimezzanine sisi Timur dari ruang ibadah, menjadi penyimpanan sound systemkarena lantai kayu mengalami pelapukan (Antariksa, 2016)

 


B. SELUBUNG BANGUNAN
Pada Gereja Blenduk terdapat tiga jenis atap yang digunakan. Atap pelanaterdapat pada transep dan lonceng, atap kubah, dan atap dak beton. Atap Kubahmengalami perubahan dengan menambahkan hiasan pada puncaknya, sedangkanatap-atap yang lain tidak mengalami perubahan sama sekali. Material atap pelanadan atap kubah merupakan campuran asbes yang dilapisi unsur logam dan dicatdengan warna merah. Atap dak beton yang menaungi aisle pada tahun 2002ditambahkan lapisan luar menggunakan polyurethane karena mengalamikebocoran, Antariksa (2016).


C. FASADE BANGUNAN
Pada tahun 1894 perombakan dilakukan dengan penambahan fungsi menaradan teras luar pada bangunan sehingga fasade bangunan menjadi seperti sekarangini. Pada tahun 2011 dilakukan renovasi pada Bangunan Gereja yang dibangun pada tahun 1753, renovasi kali ini meliputi perbaikan atap gereja, kusen kayu, dan juga plesteran pada dindingnnya. Karena dinding-dinding sudah banyak yangmulai rusak dan ditumbuhi oleh tanaman.


D. MATERIAL DAN WARNA BANGUNAN
Dinding eksterior pada Gereja Blenduk didominasi dengan warna putih danmemiliki ornamen dengan garis vertikal dan horizontal yang hampir sama banyaknya. Pada tahun 2013 dilakukan renovasi pada bagian dinding-dindingeksterior dengan menggunakan cat khusus yang akan melekat kuat padadindingnya, Mega (2016).




DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ub.ac.id/144404/
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/geodesi/article/view/5846
https://www.academia.edu/36347474/ARSITEKTUR_KONSERVASI_KAWASAN_DAN_BANGUNAN_DI_DAERAH_POLONIA_MEDAN