Minggu, 24 Maret 2019

KONSERVASI ARSITEKTUR
STUDI KASUS JABODETABEK :
MASJID CUT MEUTIA

A. LOKASI

Masjid Cut Meutia terletak di Jalan Taman Cut Mutiah No.1, RT.10/RW.5, Kebon Sirih, Menteng, RT.10/RW.5, Kb. Sirih, Menteng, Kota Jakarta Pusat.
Batas daerahnya adalah sebagai berikut :
Timur   : Rel kereta api Gambir-Manggarai
Barat    : Jl. H. Agus Salim 
Selatan : Kali Banjir
Utara    : Jl. Wahid Hasyim Johar sebagai terusan Jl. Cut Meutia



Lokasi masjid cute meutia

B. SEJARAH

Masjid ini dulunya adalah bangunan kantor biro arsitek (sekaligus pengembang) N.V. (Naamloze vennootschap, atau Perseroan terbatas) Bouwploeg, Pieter Adriaan Jacobus Moojen (1879 - 1955) yang membangun wilayah Gondangdia di Menteng.

Awal berdiri
Sebelum difungsikan sebagai mesjid sebagaimana sekarang, bangunan ini pernah digunakan sebagai kantor pos, kantor Jawatan Kereta Api Belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942 - 1945). Setelah Indonesia merdeka, ia pernah dipergunakan sebagai kantor Urusan Perumahan, hingga Kantor Urusan Agama (1964 - 1970). Dan baru pada zaman pemerintahan Gubernur Ali Sadikin diresmikan sebagai masjid tingkat provinsi dengan surat keputusan nomor SK 5184/1987 tanggal 18 Agustus 1987.
Awalnya masjid ini bernama Yayasan Masjid Al-Jihad yang didirikan oleh eksponen '66 seperti Akbar Tanjung dan Fahmi Idris. Pada kurun waktu orde lama, gedung ini juga pernah dijadikan gedung sekretariat MPRS. Nama Bouwploeg sendiri kini masih tersisa dalam ingatan sebagai nama Pasar Boplo di barat stasiun kereta api Gondangdia.

C. Keunikan Masjid Cut Meutia

Perubahan fungsi gedung de Bouwploeg  menjadi sebuah masjid menyebabkan penyesuaian terhadap ruangan dan bagian bangunan, diantaranya ruangan untuk kepengurusan masjid serta bagian bangunan seperti pintu, jendela, lantai, dan atap bangunan. Selain itu, terdapat penambahan bangunan seperti tempat wudhu, koperasi, aula dan pos keamanan.

Karenanya Masjid ini memiliki keunikan tersendiri dan kemungkinan tidak terdapat di masjid-masjid lainnya. Salah satu keunikannya, mihrab dari masjid ini diletakkan di samping kiri dari saf salat (tidak di tengah seperti lazimnya). Selain itu posisi safnya juga terletak miring terhadap bangunan masjidnya sendiri karena bangunan masjid tidak tepat mengarah kiblat.

Gedung Masjid Cut Meutia ini dibangun (sebagai gedung de Boeploeg) tahun 1879 dengan gaya arsitektur Art Nouveau ini berlantai dua dengan bagian atas menara berbentuk persegi empat. Pada tiap sisinya mempunyai tiga buah jendela kaca yang menjadi ciri khasnya.


Arah kiblat di Masjid Cut Meutia ini sangat miring karena memang gedung 
Boeploeg tidak mengarah ke kiblat saat dibangun )

Di masjid ini dulunya terdapat sebuah sirene yang berada di atas gedung yang berfungsi bila ada bahaya. Berat sirene kurang lebih 3 ton dan suaranya akan terdengar sampai ke daerah Gunung Sahari. Pada saat pemugaran tahun 1986/1987, sirene itu dihilangkan karena dikhawatirkan membahayakan masjid ini.



D. FASAD

Fasad masjid Cut Meutia telah megalami beberapa kali perubahan, mulai dari perubahan bentuk jendela, hingga yang paling signifikan yaitu penambahan tangga di bagian depan bangunan. Dengan perubahan letak tangga dari di tengah ruang utama menjadi di bagian depan bangunan membuat fasad bangunan ini berubah.



 
Tangga Terhadap Fasad Masjid Cut Meutia

E. LANGGAM

Pada umumnya, gedung dengan gaya arsitektur kolonial (Art Nouveau) sangat erat kaitannya dengan gereja. Penggunaan bangunan bergaya kolonial sebagai masjid dinilai sangat jarang. Masjid CutMeutia  merupakan salah satu bukti penggunaan bangunan bergaya arsitektur kolonial yang dialihfungsikan menjadi masjid. Pada bangunan Masjid Cut Meutia, tidak terdapat beberapa elemen khas masjid di Indonesia
.
Bangunan Masjid Cut Meutia tidak memiliki menara yangmdinilai merupakan salah satu elemen
penting sebuah  masjid. Bagian atap masjid juga tidak berbentuk  kubah, padahal kubah merupakan salah satu elemen arsitektur I slam  di Indonesia  yang  cukup  iconic
.
Tetapi, ketiadaan kedua elemen tersebut justru berdampak baik karena tidak merusak konteks  utama bangunan masjid bergaya kolonial tersebut. Tampilan eksterior bangunan Masjid Cut Meutia masih kental dengan gaya Art Nouveau


Bangunan masjid ini tidak seperti desain masjid pada umumnya karena memang saat pertama dibangun fungsi bangunan ini yaitu untuk kantor pada masa pemerintahan Belanda sehingga tidak ada bentuk kubah dan tidak adanya kaligrafi juga motif-motif islam pad masjid ini. Memiliki gaya arsitektur klasik khas Belanda yang tidak terlalu menonjolkan ukiran-ukiran klasik Yunani dapat dilihat dari tembok bangunannya yang tidak begitu ramai.
  
 


 
Tembok Masjid Cut Meutia

 
Tampak Kanopi Masjid Cut Meutia

Terdapat penambahan kanopi pada balkon dilantai atas untuk mencegah panas matahari dan tampias hujan. Penambahan material batu kali yang dicat hitam pada dinding bagian bawah bangunan untuk memunculkan kesan kokoh pada bangunan.
  

Material Batu Kali


Penggunaan kaca patri pada jendela yang sangat mencirikan bangunan klasik di masanya juga terdapat penambahan coakan kayu pada bingkai jendela yang mencirikan bangunan islam.

Material Kaca Patri      

     
                                    Ukiran Islam Pada Bingkai Jendela


F. INERIOR

Pada bagian interior Masjid Cut Meutia sudah banyak mengalami perubahan. Salah satunya terjadi pada tahun 2000, berupa penggantian lantai 1 dan 2 dar blok marmer menjadi marmer modifikasi. Pada lantai 1, hampir semua lantai bangunan utama berubah menjadi lantai marmer, sedangkan pada lantai 2 hanya sebagian kecil saja lantai yang diubah.

 
Denah Lantai 1 Masjid Cut Meutia
Yang Mengalami Pergantian Lantai Marmer

Perubahan interior lainnya pada masjid ini, yaitu perubahan bentuk jendela pada lantai atas dari persegi panjang bisa ada yang simpel menjadi tambahan arch diatasnya.

        
Perubahan Bentuk Jendela Cut Meutia

G. PENATAAN RUANG

Pada awalnya, pada tengah bagian bagian dalam bangunan ini terdapat sebuah tangga yang menghubungkan lantai 1 dengan lantai 2. Kemudian pada perbaikan selanjutnya, tangga yang berada di tengah ruangan yang terdapat pada lantai 1 tersebut dibongkar dan untuk akses menuju lantai 2 dibuat tangga di kanan dan kiri bangunan bagian luar. 


 
Denah Masjid Cut Meutia Tahun 1980 ke tahun 1985



H. ORANEMN
 
Ornamen Pada Masjid Cut Meutia

Pada Masjid Cut Meutia, karena awalnya bangunan ini bukan berfungsi sebagai tempat ibadah, maka ketika terjadi perubahan fungsi disertai pula dengan dilakukannya penambahan interior yang interior yang berkaitan dengan keagamaan, misalnya tulisan kaligrafi Arab “Muhamad” dan “Allah”.



I. AKTIVITAS SAAT INI DI MASJID CUT MEUTIA

Masjid Cut Meutia juga sering mengadakan kegiatan sosial keagamaan. Tiap tahun menyelenggarakan kegiatan bhakti sosial dan santunan kepada anak yatim piatu dan anak anak panti asuhan. Semua acara yang didaulat di mesjid ini biasanya diselenggarakan sendiri oleh Pengurus Masjid atau Remaja Mesjid yang lebih dikenal dengan sebutan RICMA.


DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Cut_Meutia
https://hadi-iskandar09.blogspot.com/2018/05/konservasi-arsitektur.html
http://bujangmasjid.blogspot.com/2012/03/masjid-cut-meutia-jakarta.html
https://docplayer.info/64456598-Perpaduan-unsur-arsitektur-islam-dan-gaya-arsitektur-kolonial-pada-masjid-cut-meutia-jakarta.html
https://www.streetdirectory.com/indonesia/jakarta/travel/travel_id_9621/travel_site_10777/travel_no_/

Senin, 11 Maret 2019

A. PENGERTIAN KONSERVASI ARSITEKTUR

Theodore Roosevelt (1902) merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi yang berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian tentang upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use).

Pada awalnya konsep konservasi terbatas pada pelestarian bendabenda/monumen bersejarah (biasa disebut preservasi). Namun konsep konservasi tersebut berkembang, sasarannya tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda bersejarah melainkan pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi.

Menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan, mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan dapat tetap terpelihara.

Menurut Danisworo (1991), konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya. Di samping itu, tempat yang dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi, keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo, 1992). Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1985), konservasi harus memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.

Konservasi dengan demikian sebenarnya merupakan pula upaya preservasi namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung/memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Dengan kata lain konservasi suatu tempat merupakan suatu proses daur ulang dari sumber daya tempat tersebut


B. TUJUAN KONSERVASI

Menurut David Poinsett, Preservation News (July, 1973. p5-7), keberadaan preservasi objek-objek bersejarah biasanya mempunyai tujuan:

-        Pendidikan

Peninggalan objek-objek bersejarah berupa benda-benda tiga dimensi akan memberikan gambaran yang jelas kepada manusia sekarang, tentang masa lalu, tidak hanya secara fisik bahkan suasana dan semangat masa lalu.

-        Rekreasi

Adalah suatu kesenangan tersendiri dalam mengunjungi objek-objek bersejarah karena kita akan mendapat gambaran bagaimana orang-orang terdahulu membentuk lingkungan binaan yang unik dan berbeda dengan kita sekarang.

-        Inspirasi

Patriotisme adalah semangat yang bangkit dan tetap akan berkobar jika kita tetap mempertahankan hubungan kita dengan masa lalu, siapa kita sebenarnya, bagaimana kita terbentuk sebagai suatu bangsa dan apa tujuan mulia pendahulu kita. Preservasi objek bersejarah akan membantu untuk tetap mempertahakan konsep-konsep tersebut.

-        Ekonomi

Pada masa kini objek-objek bersejarah telah bernilai ekonomi dimana usahausaha untuk mempertahan bangunan lama dengan mengganti fungsinya telah menjadi komoditas parawisata dan perdagangan yang mendatangkan keuntungan.




C. JENIS KONSERVASI
Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006), konservasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1.      Preservasi
Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran.
2.      Restorasi
Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
3.      Rekontruksi
Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan baru atau lama.
4.      Adaptasi
Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat digabungkan.
5.      Revitalisasi
Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat


D. LINGKUP KONSERVASI

1.      Lingkungan Alami (Natural Area)

2.      Kota dan Desa (Town and Village)

3.      Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)

4.      Kawasan (Districts)

5.      Wajah Jalan (Street-scapes)

6.      Bangunan (Buildings)

7.      Benda dan Penggalan (Object and Fragments)



E. GOLONGAN DALAM KONSERVAI ARSITEKTUR

Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

1. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
2. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
3. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya

1. Golongan A

Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah

Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.

Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

2. Golongan B

Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.

Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

3. Golongan C

Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan

Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota

F. PERAN ARSITEK DALAM KONSERVASI

Internal:

Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi.
Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan.

Eksternal:

Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.



DAFTAR PUSTAKA

https://finifio.wordpress.com/2016/06/04/apa-itu-konservasi-arsitektur/
http://arsibook.blogspot.com/2016/11/teori-konservasi.html
http://ciptalarasati.blogspot.com/2017/07/pengertian-konservasi-arsitektur.html