Selasa, 07 November 2017



KASUS-KASUS PADA PESEDTRIAN DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN UUD 1945

Istilah pedestrian atau pejalan kaki berasal dari bahasa Yunani pedester/ pedestris yaitu orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki. Pedestrian juga berasal dari kata pedos bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992).
Koalisi Pejalan Kaki Jakarta menyatakan dari seluruh pedestrian yang ada di Kota Jakarta, hanya 20 persen yang dalam kondisi layak digunakan pejalan kaki. Sisanya, 80 persen pedestrian dinilai cukup membahayakan keselamatan pejalan kaki. Karena ruang pejalan kaki di pedestrian sudah diokupasi parkir liar, pedagang kaki lima (PKL) dan kebutuhan lainnya.

Dengan berlakunya UU No:22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), setiap Penyelenggara jalan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota WAJIB melaksanakan amanah menyediakan fasilitas untuk Pejalan kaki yang sesuai dengan Norma,Standar,Pedoman, Kriteria ( NSPK) yang berlaku.
Sesuai Undang-Undang No: 38 Tahun 2004 tentang Jalan tidak diatur secara jelas perihal fasilitas untuk pejalan kaki. Dalam Peraturan Pemerintah No:34 Tahun 2006 tentang Jalan Pasal 22, diuraikan secara umum tentang perlunya jalan dilengkapi dengan perlengkapan jalan dan pada Paragraf 1 tentang Ruang Manfaat Jalan ( Rumaja) pasal 34 butir 3(tiga) dan 4 (empat) disinggung tentang trotoar.
Dalam Undang-Undang No:22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dinyatakan dengan tegas pada paragrap 2 (dua) tentang Penggunaan dan Perlengkapan Jalan pada pasal 25 dan 26 yang tertulis sebagai berikut:

Pasal 25,: Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum WAJIB dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:
 Rambu lalu lintas;
 Marka jalan;
Alat pemberi isyarat lalu lintas;
Alat penerangan jalan;
Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan;
Alat pengawasan dan pengamanan jalan;
Fasilitas untuk sepeda, PEJALAN KAKI, dan PENYANDANG CACAT; 
dan Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan diluar badan jalan. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).

Penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung (termasuk trotoar) di atas diselenggarakan oleh pihak pemerintah bergantung pada jenis jalan tempat trotoar itu dibangun [Pasal 45 ayat (2) UU LLAJ]:
a.    Untuk jalan nasional, diselenggarakan oleh pemerintah pusat;
b.    Untuk jalan provinsi, diselenggarakan oleh pemerintah provinsi;
c.    Untuk jalan kabupaten dan jalan desa, diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten;
d.    Untuk jalan kota, diselenggarakan oleh pemerintah kota;
e.    Untuk jalan tol, diselenggarakan oleh badan usaha jalan tol.

   
Berikut beberapa kasus yang berkaitan dengan pedestrian:


1.     Pedagang yang menggunakan trotoar untuk berjualan

Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.
Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:

1.    Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau
2.    Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ).

Fungsi trotoar pun ditegaskan kembali dalam Pasal 34 ayat (4) PP Jalan yang berbunyi:
“Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.”
 Hal ini berarti, fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. 

Permasalahan lainnya, banyak pedagang kaki lima yang mangkal tepat di trotoar jalan. Sehingga, trotoar pun beralih fungsi menjadi pasar kaki lima. Salah satu pedagang kembang di jalan Kebon Jeruk Raya, Maemunah (48) mengaku berjualan di trotoar karena tidak mampu menyewa toko. Ia mengaku hanya membayar uang kebersihan kepada petugas kebersihan.


2.     Trotoar digunakan sebagai Parkiran

Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.

Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:
1.    Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau
2.    Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ).

Fungsi trotoar pun ditegaskan kembali dalam Pasal 34 ayat (4) PP Jalan yang berbunyi:
“Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.”
Hal ini berarti, fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. 

Sementara, di Jalan Raya Panjang, terdapat area trotoar yang digunakan sebagai parkir SMU 65. Motor-motor memadati trotoar di depan SMU tersebut. Hingga menyulitkan para pejalan kaki untuk berjalan. Menurut Humas SMU 65, Sukamsih, kecilnya lahan di SMU 65 membuatnya terpaksa membuat lahan parkir baru di trotoar jalan. Ia pun mengaku sudah mendapat izin dari Suku Dinas Ketentraman dan Ketertiban setempat perihal penggunaan trotoar sebagai lahan parkir tersebut.

Seperti pedestrian di Jl. Raya Condet, Jl. Dewi Sartika dan Jl. Kalibata, selain banyaknya trotoar yang berlubang, trotar itu seringkali diserobot oleh para pengguna kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor.

Di pertigaan Jl. Kalibata – Pasar Minggu, aksi penyerobotan dari pedestrian yang sebenarnya lumayan luas itu dilakukan secara bergerombol untuk berlomba mendekati lampu merah.



1.     Pohon yang berada ditengah-tengan trotoar sehingga mengurangi luas trotoar yang dan menghalangi pejalan kaki




2.     Pedestrian rusak

Dengan 'perusakan' trotoar oleh kegiatan tertentu seperti pemasangan jaringan telepon, galian kabel listik maupun PDAM. Kegiatan 'gali lobang tutup lobang' ini seolah tiada henti. Setelah proses penggalian usai, tak jarang, para pelakunya tak mengembalikan kondisi trotoar seperti semula.

Berbeda dengan apa yang terjadi di Jl. Pal Merah, Jl. Kemandoran dan Jl. Kebon Jeruk Raya. Pedestrian jalan-jalan ini sudah tampak rusak. Banyak trotoar yang berlubang sehingga menyulitkan orang untuk berjalan. Salah satu pejalan kaki di trotoar Jl. Kemandoran, Deden (30), mengaku terpaksa berjalan di luar pedestrian karena trotoar yang sudah rusak.

3.     Kurangnya pedestrian disabilitas


Pada Pasal 25 UU Nomor 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa  fasilitas untuk pejalan  kaki  dan  penyandang  cacat.

Bagi pejalan kaki yang berkebutuhan khusus (tuna netra dan yang terganggu penglihatan), membutuhkan informasi khusus pada permukaan lajur pejalan kaki. Informasi tersebut disebut lajur pemandu.
Persyaratan untuk rambu dan marka bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus agar memperhatikan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.


4.     Tiang listrik yang berada ditengah jalan trotoar sehingga mengurangi luas trotoar yang dan menghalangi pejalan kaki


5.     Kendaraan bermotor yang suka melewati trotoar
Selain diatur dalam UU LLAJ, mengenai larangan kendaraan bermotor melintasi trotoar juga dapat dilihat pada peraturan masing-masing daerah. Contohnya di Jakarta ketentuan serupa dapat kita temukan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi (“Perda DKI Jakarta 5/2014”). Perda DKI Jakarta 5/2014 melarang kendaraan bermotor melintasi jalur trotoar serta mewajibkan pengemudi kendaraan bermotor untuk mengutamakan keselamatan pejalan kaki. Perda ini juga mengatur bahwa setiap pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mentaati tata tertib berlalu Lintas Jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (termasuk Perda ini).





DAFTAR  PUSTAKA